Langsung ke konten utama

Juli terakhir




Nggatau kenapa tiba-tiba ingin saja menuliskannya disini. 
Aku sendiri ngga pernah berharap kamu akan membacanya. 
Karen aku yakin, senja lebih dulu menyampaikan semuanya padamu.
_
_
Untuk segala bahagia, aku bersyukur pernah merasakannya. Terlebih itu karenamu
Aku beruntung mendapatkannya.
Dan untuk segala tangis, aku akan tetap mensyukurinya. 
Aku bisa sekuat sekarang sebab luka yang kau beri.
Nggapapa, jika pada akhirnya airmata yang menjadi salam perpisahan kita. 

Andai.
Ah tidak, harusnya kata 'andai' tak pernah kutulis disini. 
Semua memang sudah kehendak-Nya. Kita hanya bidak yang dijalankan semesta. 
Memiliki ngga harus menjadi satu bukan? 

Ngga kerasa, air mata itu kembali memaksa turun dari retinaku. 
Maaf, tak bisa memenuhi permintaanmu untuk tidak menangis lagi. Ini intuisi. Meski sakitnya tak separah ketika pertama kali terluka, tapi tetap saja perih rasanya. 

Kepada juli, dan kepada kota kelahiranmu, aku titip senjaku ya. 
Tolong selalu beri dia kebahagiaan. 
Tolong kabarkan bahwa dia akan selalu baik. Karena tidak ada hal yang lebih penting dari itu. 

Biarlah segala kenang kusimpan rapi di sudut ruang yang paling sunyi. Paling gelap dan dingin. 
Biar kusimpan semuanya disana.
Entah apa aku akan menemukan penerang ruang itu atau tidak, semuanya terasa sangat memilukan. 

Yang kumau bukan begini? 
Aku tau kau pun tak menginginkan ini bukan? 
Tapi.. 
Lagi-lagi kita hanyalah bidak yang dijalankan semesta. 
Tak bisa berbuat apa-apa. 

Harusnya kita sama-sama sadar. Bahwa maya memang tak akan pernah menjadi nyata. 
Tapi yasudahlah. Mau bagaimana lagi. Biarkan semuanya menjadi bingkai pelajaran paling berharga. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musafir

Menapaki perjalanan ditengah ingar-bingar dunia. Mengecap nikmat yang terkadang melenakan padahal hanya sementara. Kita adalah musafir. Tak pernah absen dari rasa getir dan khawatir.  Kita kadang lupa tentang esensi manusia diciptakan. Tidak paham tentang perjalanan panjang dalam sketsa. Bukan seberapa jauh kita menapaki bumi. Tapi ini tentang apa yang kita dapat selama ini. Sadarkah bahwa kita akan pulang? Lantas tidak inginkah membuat petualangan ini menjadi berarti? Kisah lampau harusnya bisa dijadikan pelajaran. Peta kita,  Al-Quran harusnya bisa menggetarkan hati tatkala ayat-ayatnya di lafadzkan. Tetapi, hiruk pikuk dunia seakan mematikan rasa. Harus sampai kapan perjalanan seperti ini yang kita lanjutkan? Tidak inginkah lelah ini menjadi lillah? Sungguh merugi jika apa yang kita tanam selama ini tidak dapat membawa kebermanfaatan pada diri sendiri apalagi orang lain. Jangan sesali perjalanan kita kemarin. Bergegaslah! Mulailah hari ini memperbaiki semuanya