Langsung ke konten utama

Perihal waktu



Aku berkelana, mencari jawab atas apa yang kupinta pada semesta.
Berpetualang seorang diri, mencari apa itu jati diri.
Kuhabiskan waktu untuk bertanya pada senja, dia selalu bungkam.
Lalu aku bertanya pada bintang, diapun sama. Diam membisu.
Lantas, pada siapa tanya itu ada jawabnya?

Seseorang menepuk pundakku "waktu yang akan menjawab semuanya. "

Aku larut dalam lamunan. Mencerna setiap kata yang dia ucap.
Waktu?  Bukankah waktu tak dapat berbicara?
Lantas bagaimana bisa dia menjelaskan?

Seakan mengerti apa yang kupikirkan, dia tersenyum.
Menyalurkan kekuatan untuk sukma yang rapuh.

Ya, sekarang aku mengerti.
Betapa berharganya setiap detik yang kita punya
Tuhan menciptakam kita tentu untuk sebuah misi yang besar. Dan aku telah salah membuang waktu untuk mencari jawab atas pertanyaan yang sebenarnya aku sendiri tau jawabannya.

Dia memberikan secarik kertas padaku.
Terdapat salah satu penulis favoritku, fiersa besari dan sepenggal kalimat "bangkit!  Waktu tak akan menunggumu."

Aku sadar, digunakan dengan baik atau tidak, waktu akan terus berputar. Tanpa pernah bisa diajak negosiasi tentang apa yang tertinggal.
Tuhan masih memberiku kesempatan.
Apapun dalam hidup ini ada pada genggaman kita.
Dan sudah selayaknya kita bisa menggunakan waktu itu dengan sebaik-baiknya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Juli terakhir

Nggatau kenapa tiba-tiba ingin saja menuliskannya disini.  Aku sendiri ngga pernah berharap kamu akan membacanya.  Karen aku yakin, senja lebih dulu menyampaikan semuanya padamu. _ _ Untuk segala bahagia, aku bersyukur pernah merasakannya. Terlebih itu karenamu Aku beruntung mendapatkannya. Dan untuk segala tangis, aku akan tetap mensyukurinya.  Aku bisa sekuat sekarang sebab luka yang kau beri. Nggapapa, jika pada akhirnya airmata yang menjadi salam perpisahan kita.  Andai. Ah tidak, harusnya kata 'andai' tak pernah kutulis disini.  Semua memang sudah kehendak-Nya. Kita hanya bidak yang dijalankan semesta.  Memiliki ngga harus menjadi satu bukan?  Ngga kerasa, air mata itu kembali memaksa turun dari retinaku.  Maaf, tak bisa memenuhi permintaanmu untuk tidak menangis lagi. Ini intuisi. Meski sakitnya tak separah ketika pertama kali terluka, tapi tetap saja perih rasanya.  Kepada juli, dan kepada kota kelahiranmu, aku titip senjaku ya.  Tolong selalu beri dia kebahagiaan.  Tolo

Musafir

Menapaki perjalanan ditengah ingar-bingar dunia. Mengecap nikmat yang terkadang melenakan padahal hanya sementara. Kita adalah musafir. Tak pernah absen dari rasa getir dan khawatir.  Kita kadang lupa tentang esensi manusia diciptakan. Tidak paham tentang perjalanan panjang dalam sketsa. Bukan seberapa jauh kita menapaki bumi. Tapi ini tentang apa yang kita dapat selama ini. Sadarkah bahwa kita akan pulang? Lantas tidak inginkah membuat petualangan ini menjadi berarti? Kisah lampau harusnya bisa dijadikan pelajaran. Peta kita,  Al-Quran harusnya bisa menggetarkan hati tatkala ayat-ayatnya di lafadzkan. Tetapi, hiruk pikuk dunia seakan mematikan rasa. Harus sampai kapan perjalanan seperti ini yang kita lanjutkan? Tidak inginkah lelah ini menjadi lillah? Sungguh merugi jika apa yang kita tanam selama ini tidak dapat membawa kebermanfaatan pada diri sendiri apalagi orang lain. Jangan sesali perjalanan kita kemarin. Bergegaslah! Mulailah hari ini memperbaiki semuanya