Langsung ke konten utama

Pelarian

Pelarian


Kepada senja ingin ku bercerita tentang sosok yang telah semesta kirim dalam dimensiku. 
Mungkin jika kutuliskan, terlalu banyak kata yang akan kau baca. Atau mungkin usiaku keburu habis dimakan waktu sebelum mencapai garis finish menulis tentangnya. 

Aku bersyukur karena tuhan menitipkan banyak pelajaran melalui dia. 
Meski pada akhirnya semesta mengambilnya sebelum sempat aku miliki. 
Yah, dia kembali ketempat semestinya dia berada. Ketempat seharusnya dia pulang Dan aku bukanlah rumah untuknya. 

Lagi-lagi senja menjadi pelarian saat sukma merapuh. 

Kutitipkan kerinduan ini pada sudut cakrawala, berharap kau akan mengambilnya seperti dulu. 
Atau paling tidak kau akan menatap sekilas jingga itu. 

Sebagian dari diriku telah dia bawa. Dan apa harus aku mencari sisa-sisa kepingan itu agar menjadi utuh? 
Ngga kerasa,  menangis juga akhirnya. 

Aku tak pernah memaksa agar semesta mengembalikan dia padaku. 
Apalagi untuk melanjutkan kisah yang sudah kehilangan arah. 
Aku tau, memang hakikatnya manusia tak pernah memiliki apapun. 

Berbahagialah. 
Jangan menangis karena aku tak punya balon. Seperti katamu ketika aku bilang aku sedang menangis. 
Jangan sungkan berbagi kisah barumu ya. 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Juli terakhir

Nggatau kenapa tiba-tiba ingin saja menuliskannya disini.  Aku sendiri ngga pernah berharap kamu akan membacanya.  Karen aku yakin, senja lebih dulu menyampaikan semuanya padamu. _ _ Untuk segala bahagia, aku bersyukur pernah merasakannya. Terlebih itu karenamu Aku beruntung mendapatkannya. Dan untuk segala tangis, aku akan tetap mensyukurinya.  Aku bisa sekuat sekarang sebab luka yang kau beri. Nggapapa, jika pada akhirnya airmata yang menjadi salam perpisahan kita.  Andai. Ah tidak, harusnya kata 'andai' tak pernah kutulis disini.  Semua memang sudah kehendak-Nya. Kita hanya bidak yang dijalankan semesta.  Memiliki ngga harus menjadi satu bukan?  Ngga kerasa, air mata itu kembali memaksa turun dari retinaku.  Maaf, tak bisa memenuhi permintaanmu untuk tidak menangis lagi. Ini intuisi. Meski sakitnya tak separah ketika pertama kali terluka, tapi tetap saja perih rasanya.  Kepada juli, dan kepada kota kelahiranmu, aku titip senjaku ya.  Tolong selalu beri dia kebahagiaan.  Tolo

Musafir

Menapaki perjalanan ditengah ingar-bingar dunia. Mengecap nikmat yang terkadang melenakan padahal hanya sementara. Kita adalah musafir. Tak pernah absen dari rasa getir dan khawatir.  Kita kadang lupa tentang esensi manusia diciptakan. Tidak paham tentang perjalanan panjang dalam sketsa. Bukan seberapa jauh kita menapaki bumi. Tapi ini tentang apa yang kita dapat selama ini. Sadarkah bahwa kita akan pulang? Lantas tidak inginkah membuat petualangan ini menjadi berarti? Kisah lampau harusnya bisa dijadikan pelajaran. Peta kita,  Al-Quran harusnya bisa menggetarkan hati tatkala ayat-ayatnya di lafadzkan. Tetapi, hiruk pikuk dunia seakan mematikan rasa. Harus sampai kapan perjalanan seperti ini yang kita lanjutkan? Tidak inginkah lelah ini menjadi lillah? Sungguh merugi jika apa yang kita tanam selama ini tidak dapat membawa kebermanfaatan pada diri sendiri apalagi orang lain. Jangan sesali perjalanan kita kemarin. Bergegaslah! Mulailah hari ini memperbaiki semuanya